Thursday 23 April 2015

Surat Ungkapan



Selamat Ulang Tahun
Semoga bertambahnya usia akan menguatkan ikatan perasaan antara kita,
Dan memperkaya cerita indah kita, hingga kita sadar kontrak hidup kita yang tinggal sesaat.
            Muntilan, 04 Oktober 2014   

Apa kabar ? Semoga Rahmat Tuhan senantiasa melindungimu.
Adakah kesempatan untuk bercerita ? Syukurlah.
Bulan September, tahun 2014. Adalah bulan yang tersusun dari hari-hari yang penuh kesibukan. September tahun ini adalah bulan dimana aku harus mengurus lanjutan sekolahku. Ternyata persiapannya lumayan merepotkan. Mulai dari fotocopy, transfer biaya, legalisir, hingga meminta surat keterangan di berbagai tempat. Diantara kawan-kawan sekelasku dulu, mungkin hanya aku yang terlambat merasakan kesibukan ini. Mereka sekarang sudah disibukkan dengan tugas, makalah, laporan, atau presentasi, sedangkan aku mencium aromanya saja belum.
Persiapan yang cukup menyita waktu, ditambah rutinitas ditempat kerja, dari pagi hingga sore yang harus tetap dilakukan juga, hingga aku sadar bahwa kalender sudah berada di angka 29. Artinya satu minggu lagi adalah hari ulang tahunmu. Ya Tuhan, aku bahkan hampir melupakannya, jika bukan karena gambar wajahmu yang tertempel di almari itu.
Kalau tahun-tahun lalu hampir 1 bulan aku mempersiapkan hari ulang tahunmu, tahun ini hanya punya waktu 1 minggu saja. Tapi tak apa, bukankah aku sudah merencanakan untuk mendewasakan hubungan antara kita berdua ? Bukan lagi dengan kisah cinta anak remaja yang penuh dengan pamrih. Karenanya tak perlu berlebihan dan diluar batas yang ditentukan, kita buat sederhana.
Tak perlu risau, bukan karena aku tak menyayangimu hingga kita harus membuatnya sesederhana ini. Saking sederhananya hingga kita hanya tahu aku mencintaimu, dan kau mencintaiku, mari kita jaga persaan kita masing-masing hingga waktu yang menentukan kapan kita akan melangkah lebih jauh. Tapi sungguh, semenjak masuk dilingkungan tempat kerja ini,  aku sadar bahwa apa yang kita lakukan dulu untuk mengungkapkan persaan kita adalah sesuatu yang salah, sesuatu yang tidak pada tempat dan waktunya. Maka saatnya kita memperbaiki kesalahan kita, dan memulai sesuatu yang benar untuk kebaikan kita. Jika terasa berat, percayalah bahwa itu hanya karena belum terbiasa. Apa yang kita rasakan adalah sama. Aku bahkan harus banyak berpuasa untuk menahan perasaan yang membelenggu ini, dengan harapan suatu saat nanti akan nampak kebahagiaan yang kita impikan. Semoga kita menyadari akan keserdahanaan ini, bukan karena Tuhan yang memaksa kita menyederhanakannya tetapi karena kita yang terlanjur menjabarkan terlalu luas.
Sudah aku pikirkan apa yang akan kuberikan padamu, semoga kamu suka dan membawa manfaat nantinya. Dan cukuplah surat ini sebagai penyambung lidahku. Selamat ulang tahun. 

Penuh Cinta,               

Thursday 2 April 2015

Antara Aku, Kau dan Hujan.

Hujan yang indah. Seperti katamu, musim hujan tahun ini sama sekali aku tak mengeluh pada hujan. Seperti apapun hujan itu turun, deras, gerimis, berangin, berpetir, atau gabungan dari semuanya, aku selalu berdoa mengiringi tetes airnya.

Banyak cerita diantara aku, kau dan hujan. Misalnya, dulu sekali ketika kita masih menjadi anak sekolah. Hujan kadang datang ketika kita sedang berlatih pramuka, sehingga karena datangnya kita bisa beristirahat bahkan pulang dari latihan lebih awal. Itu berarti sebentar saja kita merasakan terik matahari halaman sekolah yang membuat kering tenggorokan. Terima kasih, hujan.

Pernah hujan datang di waktu sarapan pagi. Membuatmu menunda keberangkatan menuju sekolah. Dan tentunya membuatku menunggu cukup lama untuk kedatanganmu. Bahkan tak sempat kita bertemu karena bel masuk terburu menyeru. Hikmahnya, begitu bel istirahat kamu segera mengunjungiku, mengantarkan bekal yang tak sempat kau berikan pagi itu. Sekali lagi, terima kasih hujan.

Ada kalanya hujan datang di jam pulang sekolah. Kalau itu cukup deras, maka kita akan duduk bersama di warung kantin. Menikamati minuman hangat dan sajian televisi yang kurasa tidak bermutu. Macam berita selebriti, FTV yang jalan ceritanya sangat mudah di tebak, atau sinetron yang selalu menceritakan tentang ular raksasa dan seorang pangeran yang mengendari burung elang untuk membeli obat di apotek. Kalau aku mematikan televisi itu, pasti dengan segera kau hidupkan lagi. Padahal kaupun tak mau melihatnya. Sepi! Begitu katamu. Padahal berualang kali aku katakan suara hujan itu lebih ramai dan menghibur dari suara siaran televisi. Dalam waktu yang beberapa saat itu, pasti ada banyak hal yang kita bicarakan. Banyak cerita yang di hamburkan. Senanglah bisa menghemat biaya dan tenaga daripada harus mendiskusikannya via sms. Lagi-lagi terima kasih hujan sudah menyediakan sarananya.

Rupanya dari situlah kamu selalu berkata untuk mensyukuri setiap tetes hujan yang datang. Hujan adalah berkah, hujan adalah rahmat. 
Selamat sore hujan senja, terima kasih mengingatkanku padanya, meski jauh ia tenggelam bersama gemericik suaramu.