Tuesday 5 February 2013

SD MuGu (#2-anakanak)


Yanuar Putra Perdana.

Namanya keren juga ya? Dia ini adalah bagian dari masa sekolah dasarku di SD Mugu yang sampai saat ini tetap aku ingat sebagai kenalan pertama di SD dulu. Ya, aku masih ingat hari pertama masuk sekolah dasar itu. Aku naik becak dari Jambu bersama ibuku tercinta. Turun tepat didepan pintu gerbang selatan SD Muhammadiyah Gunungpring yang bercat biru. Kemudian setelah itu, aku dan ibuku duduk disebuah bangku panjang terbuat dari kayu tang diletakkan di bawah cendela kelas 1A. Kelas 1A berada tepat satu langkah dari gerbang, dengan pintu kelas mengahadap ke barat.
Tidak lama kemudian, datang seorang anak seumuranku. Kulitnya coklat, agak lebih tinggi dari aku, berjalan menuju arahku bersama seorang ibu-ibu yang tinggi dan tentu lebih tinggi dari ibuku, lalu mereka duduk dibangku yang sama dengan aku dan ibuku.
Pembicaraan antar ibu pun dimulai. Bertegur sapa, lalu mengobrol. Aku hanya diam ungkang-ungkang memandangi sepatuku. Aku lupa apakah sepatuku itu baru atau tidak. Tiba-tiba ibuku mencolekku, “Fi, kenalan sama itu sana,”, kata ibuku sambil menganggukkan dagunya, dan memandang kearah anak disebelah ibu-ibu itu.
Aku bangun dari duduk dan berdiri didepan ibuku, kemudian aku mulai mencuri pandang dengan bocah laki-laki itu. Lalu aku bersalaman dengannya. Mulai saat itulah aku mengenalnya dengan nama Yanuar, bocah hitam yang asing.
Kebetulan aku dan Yanuar satu kelas di kelas 1A. Kelas yang katanya angker paling anker dan menakutkan. Pernah kejadian, waktu itu kelas kosong tidak ada yang mengajar. Tiba-tiba pintu almari kelas yang letaknya disamping meja guru terbuka dengan mengeluarkan suara khas, ngiiieekkkk. Kemudian semua anak sekelas keluar kelas sambil berteriak. Yah, harus diakui bahwa imajinasi anak sangat lucu dan aneh. Kejadian itu ternyata cukup menghebohkan, karena satu anak perempuan harus menangis karena takut, namanya Ema, anak perempuan Bu Eny. Dan akhirnya, Pak Deni, guru bahasa inggris sangat digemasri anak-anak datang kekelas 1A. Aku dan teman-teman mengikuti dibelakang Pak Deni,. Hanya masuk, menutup pintu almari, dan tersenyum. Tapi itu membuat kami lega. Lalu Pak Deni menuju ke bangku Ema, kalau tidak salah didepan sendiri baris nomor lima dari pintu. Didekat Ema ada Aya. Pak Deni bisa membuat Ema berhenti menangis, lalu berlalu dari kelas kami.
Kembali ke Yanuar, meski dia adalah kenalan pertamaku di SD, tapi dia bukan sahabat dekatku di SD. Yang aku ingat, setiap berangkat sekolah aku emlihat dia turun dari mobil antar-jemput berwarna putih dengan menggendong tas hitam dan didepan dadanya ada botol minuman bergambar yang dikalungkan. Itu pasti, dan menandakan betapa ia diperhatikan oleh ibunya. Begitu juga kalau pulang sekolah, sebelum berdoa ia pasti sudah mengalungkannya.
Mematahkan Penggaris Kayu.
Hari itu, sepertinya hari selasa. Aku bermain-main dengan penggaris kayu yang selalu dipakai bu guru. Saat asik memainkannya, tanpa sengaja aku menjatuhkan penggaris kayu itu. Dan penggaris itu pun patah, menjadi dua bagian panjang dan pendek. Kemudian aku jongkok dan duduk dilantai memandangi dua kayu coklat yang sudah tidak utuh lagi itu. Beberapa saat kemudian teman-teman kengerumuniku, dan besorak,
“hooosssno.. sokooorrr...hosssnonngg.. pkokmen hudu aku..” begitu seterusnya. Aku hanya tertunduk dan sepertinya aku menangis.
Malam harinya aku mengajak Ayah dan Ibuku untuk membeli penggaris kayu di muntilan. Ketika ditanya, aku jawab kalo teman-teman sekelas yang memintaku untu membelinya dengan uang iuran satu kelas. Padahal karena aku yang mematahkannya tapi aku tak berani mengatakannya pada ibuku apalagi ayahku. Dengan uang tabunganku dari sisa uang sakuku yang selalu aku simpan sendiri aku membeli penggaris kayu itu. Beruntung ibuku berbaik hati dan ikut menyumbangkan uangnya, aku bilang walaupun sekedar dua ribu rupiah pasti teman-teman akan menggantinya. Tapi sampai saat ini ibuku tak menanyakan uang itu.

No comments:

Post a Comment